27 Oktober 2008

Guratan Hati Seorang SAHABAT...

Sahabat... Roda waktu telah membuktikan bahwa kehidupan bagaikan dua sisi mata uang yang tak akan dapat dipisahkan, setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Tak akan dapat dipungkiri, tidak akan ada yang kekal di dunia ini, begitu juga dengan kebersamaan kita selama ini. Disaat tangis dan tawa tak dapat lagi dibedakan, semua membaur dalam sebuah ramuan pengalaman. Disaat ikatan ini semakin mengerat, dengan suatu keinginan tuk saling memiliki. Disaat itulah masa ini datang. Masa yang menjadi momen yang sering kali diremehkan banyak insan. Tapi masa ini pula yang sering kali mengajarkan insan tentang arti memiliki. Sesuatu itu akan terasa berharga disaat dia telah tiada.

Sahabat, masih ingatkah sahabat dengan kata yang terucap..”Aku tak akan pernah bisa berjanji bahwa komitmen dan semangat ini akan terus ada dan sama di kemudian hari. Tapi aku akan terus mencoba untuk tidak akan terlelap disaat sahabat terjaga, tidak akan barjalan disaat sahabat berlari, tidak akan menjadi pengecut dengan lari dari kepanitiaan ini”. Terhitung sejak saat itulah sang memori mulai merekam semuanya. Disaat hujan, sang pembawa berkah itu pun datang di H-1 Open House USMI, masih terekam kiranya disaat Super Team ini di uji eksistensinya, hujan tak meluruhkan semangat sahabat tuk sekedar memasang tirai dan memberikan pelayanan terbaik ke para peserta. Walaupun saya yakini ada diantara sahabat yang harus mengalahkan pobia dan ketakutannya, menahan dinginnya hembusan angin sore hari, tuk sekedar mengungkapkan,“Mungkin tubuh ini sudah mulai bergetar karena takut dan dinginnya sang udara, tapi kuyakini sahabat ku yang lain lebih berat merasakan hal itu dari pada aku,haruskah aku harus mengeluh”.

Entah, dengan apa saya harus membayar uraian air mata sahabat. Dian met ultah ya...Afroh saya mohon maaf, jika saya terihat kurang bijaksana... Sahabat cukuplah Allah yang kan membalas air mata itu dengan mata air disyurganya kelak.

Hari itu sang mentari terasa ingin mengungkapkan kegagahannya. Sinarnya bukan hanya menyilaukan tapi juga telah memaksa keringat dan peluh ini menetes dengan derasnya. Tapi senyum dan canda sahabat terasa bagaikan angin segar yang senantiasa mnghembuskan semangat baru tuk terus bergerak. Masih ingatkah sahabat, disaat semua orang menyalahkan kita, pengguna jalan, orang tua mahasiswa, peserta stand, semua seakan tak mau mengerti keterbatasan kita sebagai manusia biasa. Tapi dibalik itu semua banyak pelajaran yang dapat kita ambil hikmahnya. Disaat wajah yang telah mengerut itu menghampiri kita dan menanyakan keberadaan anaknya. Dengan seketika itu juga kita teringat orang tua kita. Tak terbayang peluh yang sama, menetes di wajah yang mulai mengerut di orang tua kita dan menantikan saat-saat bertemu dengan kita. Ku rindu ibu, ku rindu ayah... ku ingin bertemu mereka, ku ingin mereka ada di sisi ku disaat air mata ini sudah mulai mengering dan tak mampu menetes lagi. Ku rindu mereka...Lamunan ku mulai memudar disaat sahabat menghampiri ku dan mengingatkan, ”Perjuangan kita masih belum usai sahabat, teruslah bersemangat, mereka kan selalu menantikan semangatmu”.

”Ya Rab, di tengah kesibukan ku, jagalah orang tua ku, rahmatilah kehidupan mereka dengan berkah mu, dan yakinkan mereka bahwa jalan yang ku pilih ini adalah jalan terbaik yang akan mempertemukan kami di syurga mu kelak. Aku, orang tua ku, dan sahabat-sahabat perjuanganku ini.”

Tak terasa hari-hari itu kita lalui dengan hati, biarlah semua orang terasa menyalahkan kita, satu yang pasti, ku tak ingin ada orangtua mahasiswa yang harus meneteskan air matanya, karena kehilangan sang buah hati.

14 Agustus 2007, ada yang berbeda dengan hari itu. Perbedaan telah terhitung sejak saat satu hari sebelumnya. Senyum itu, senyum sahabat ku bagaikan bunga musim semi yang dapat kurasakan kesegarannya. Semua telah banyak terevaluasi dan perubahan itu pun telah tampak. Tak ada lagi keributan orang tua yang menyalahkan kita, menanyakan dimana mereka harus berkumpul, pengguna jalan pun berlalu tanpa kata-kata yang menyelip di hati. Peserta stand pun tidak banyak melontarkan poin-poin evaluasinya yang seringkali menyesakan dada. Ya.. Inilah Open House SPMB. Walau tak dapat dipungkiri, hati ini terasa merindukan kelengkapan personil super team waktu itu. Banyak sahabat-sahabat ku, yang harus menghentikan langkahnya dengan berbagai alasan. Tapi ku masih akan tetap meyakini, merekapun masih tetap merindukan disaat kami bersama-sama mengukir persabahatan seindah pelangi.

”Ya Rab maafkanlah kami, jikalau selama perjalanan waktu perjuangan kami, kami tak banyak menyadari, begitu banyak beban yang harus ditanggung mereka. Ada diantara mereka yang sakit dan menanggung beban keluarga. Sampai suatu hari mereka harus memutuskan tuk mengundurkan diri dari perjuangan ini. Tapi ya Rab tetapkanlah ikatan persahabatan diantara kami, birakanlah kami akan terus saling mencintai karena mu".

Kenaikan Harga BBM; Alternatif Terakhirkah????

Gelombang penolakan kenaikan harga BBM semakin merebak. Bukan hanya mahasiswa, kaum ibu pun tak mau kalah menyuarakan aspirasinya melalui parlemen jalanan. Gelombang penolakan ini bukan tanpa alasan atau sekedar “ditunggangi” pihak tertentu. Sejarah telah membuktikan, kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah di tahun 2005 terbilang ngawur. Masih segar kiranya dalam ingatan kita disaat pemerintah mencoba membuat opini untuk mendukung kenaikan harga BBM sebesar 126% pada bulan Oktober 2005. Saat terjadi kenaikan harga minyak dunia, pemerintah dan berbagai lembaga pendukung sibuk memberikan argumentasi bahwa dampat buruk yang terjadi hanya bisa diatasi dengan kenaikan harga BBM. Berbagai proposalpun diajukan untuk memuluskan dan mempercepatan kenaikan harga BBM. Mulai dari alasan untuk menyelamatkan ekonomi, menjawab ketidakpastian pasar, hingga keyakinan bahwa kenaikan harga BBM justru akan menjadi obat untuk mengurangi kemiskinan, dll. Tapi yang terjadi adalah sebaliknya, angka kemiskinan justru meningkat dari 31,1 juta jiwa (2005) menjadi 39,3 juta jiwa (2006). Demikian pula inflasi mengalami kenaikan tajam sebesar 17,75% (2006). Di sisi industri, kenaikan harga BBM untuk kedua kalinya tahun 2005 tersebut telah mendorong percepatan deindustrialisasi. Bila pada tahun 2004 sektor manufaktur masih tumbuh 7,2%, maka pada tahun 2007 hanya tumbuh sebesar 5,1%. Ini terjadi karena industri ditekan dari dua sisi yakni peningkatan biaya produksi dan merosotnya demand akibat menurunnya daya beli masyarakat. Penambahan jumlah penganggur dari 9,9% (2004) menjadi 10,3% (2005) dan 10,4% (2006) pun akhirnya tidak terelakkan.


Alternatif Terakhirkah?

Sebagaimana di tahun 2005, kenaikan harga minyak mentah dunia tidak segera direspon dengan berbagai kebijakan penyelamatan ekonomi tetapi pemerintah justru gencar menciptakan opini pembenaran kenaikan harga BBM. Awalnya pemerintah sibuk menjelaskan bahwa dampak buruk kenaikan harga minyak dunia tidak hanya dirasakan oleh Indonesia tetapi juga negara-negara lain. Kemudian disusul dengan pidato presiden yang meminta rakyat memahami bila pemerintah memutuskan menaikkan. Hingga akhirnya terbentuk opini publik bahwa kenaikan harga BBM adalah harga mati yang harus dilakukan. Hal ini adalah kebohongan publik!!

Jika kita menganalisa lebih dalam, beban APBN karena turunnya tingkat produksi akan lebih besar dibanding karena tingginya harga minyak dunia. Bila tingkat produksi minyak dapat dipertahankan di atas 1 juta barel per hari, maka dampaknya terhadap APBN akan relatif lebih kecil. APBN justru akan diuntungkan dengan tingginya harga minyak. Namun, langkah ini tidak pernah dilakukan karena memang akan memaksa Menteri ESDM untuk merevisi UU Migas yang berarti harus pula merevisi kebijakan liberalisasi sektor energi yang telah dilakukan secara ugal-ugalan.

Dalam sisi tata niaga minyak pun masih tersimpan alternatif lain yang dapat dilirik pemerintah. Adanya KKN dan ketidakefisienan dalam proses pengadaan dan distribusi BBM sudah menjadi rahasia umum. Selama ini, volume pasokan BBM, baik yang diproduksi oleh kilang dalam negeri maupun yang diimpor, jauh lebih tinggi dibanding jumlah BBM yang benar-benar dikonsumsi oleh masyarakat dan industri. Maka Reformasi tata niaga dapat dijadikan solusi alternatif yang selanjutnya.

Beban APBN yang seringkali dijadikan alasan pemerintah untuk menaikan harga BBM, dapat diringankan dengan melakukan burden sharing kepada semua stakeholders baik pemerintah pusat, Pemerintah Daerah, kreditor kalangan bisnis maupun masyarakat luas. Hal ini dapat dilakukan dengan mengoptimalkan sumber dana, antara lain:

· Optimalisasi Penggunaan Dana-dana Pemerintah

· Optimalisasi penerimaan Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas

· Memperbaiki manajemen utang dan restrukturisasi utang dalam negeri

· Dll.

Program diversifikasi energi dengan menggunakan briket baru bara dan biofuel yang dilakukan pemerintahpun masih terbilang setengah hati. Tidak ada arahan yang jelas bagaimana sumber-sumber energi tsb dapat dijadikan alternatif di masa yang akan datang. Begitu juga dengan program konversi energi, masih banyak warga yang belum mendapatkan kompor gas yang dijanjikan.


BLT, Efektifkah?

Salah satu program yang akan dilakukan oleh pemerintah sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kebijakan menaikan harga BBM, sebagaimana tahun 2005, adalah memberikan kompensasi bagi masyarakat miskin. Tahun 2005 pemerintah memberikan BLT sebesar Rp 100.000 per bulan per keluarga bagi keluarga miskin selama satu tahun. Banyak kelemahan dari program kompensasi ini antara lain besaran BLT tidak dapat mengkonversi tambahan beban orang miskin karena jumlah tersebut adalah hasil perhitungan bila harga BBM naik 30-40%, sementara faktanya BBM naik 126%. Selain juga masalah salah sasaran. Meskipun telah dilakukan pendataan oleh BPS, diprediksi ada sekitar 15-20% keluarga miskin yang tidak terjaring karena berbagai alasan.

Tahun 2008, pemerintah tanpa persiapan matang akan mengulang program tersebut. Padahal koreksi terhadap program dan mekanisme belum dilakukan. Demikian juga data yang akan dijadikan data based juga data yang telah out of date karena akan menggunakan data penerima BLT tahun 2005. Dengan gambaran ini dapat dipastikan tingkat efektifitas dari program BLT akan sangat rendah. Sebagaimana diketahui, sejak tahun 2006 muncul keluarga miskin baru yang belum terdata akibat berbagai kebijakan ekonomi pemerintah yang tidak berpihak kepada kelompok masyarakat bawah. Dan akhirnya, rakyatlah yang menjadi korban!!. Andakah korban berikutnya ?!?!

Katakan hitam adalah hitam, katakan putih adalah putih..

Tiada jera dalam berjuang!!!

HIDUP MAHASISWA !!!!

13 Oktober 2008

PEMIMPIN DAN IMPIANKU HARI INI

Dalam teori cara dasar menjadi pemimpin Bernard Bass, dijelaskan bahwa pemimpin dapat bersumber dari pembawaan alami ( Trait Theory), karena kejadian krisis atau luar biasa (The Grear Event Theory), dan karena memilih menjadi pemimpin (The Transformasional Theory). Dalam perkembangannya, kedua teori yang awal semakin tidak relevan dengan kondisi terkini. Tidak ada pemimpin yang dilahirkan ataupun tidak ada pemimpin yang ada karena suatu kejadian yang dapat dikatakan luar biasa. Walaupun ada, tapi seberapa kuat karakter pemimpin tersebut sangat dipengaruhi dari keinginannya untuk menjadi pemimpin.

Menjadi seorang pemimpin adalah pilihan. Disaat seseorang memilih untuk menjadi pemimpin, maka ia telah memilih tuk menjadi orang yang berbeda. Pemimpin tak sesederhana kata tanggung jawab seperti yang selama ini kita pahami. Jika kita berbicara tanggung jawab, maka kita hanya berpikir bagaimana dan kapan. Bagaimana kita mengerjakan tanggung jawab tersebut, dan kapan kita harus mengerjakannya. Asalkan kita telah mengerjakan sesuatu sesuai dengan aturan yang ada, maka lepaslah tanggungjawab kita. Pemimpin harus dapat berpikir jauh kedepan, membangun impian dan menggambarkan impian itu sejelas mungkin. Sehingga sampailah pemimpin pada tingkat disosiasi, dimana impian tersebut menjadi sangat nyata dan dekat. Impian seorang pemimpin seringkali jauh dari realitas hari ini, bahkan terkesan gila. Tapi perlu kita pahami bahwa realitas itu sendiri adalah permainan persepsi. Jika kita memahami sesuatu adalah sebuah realitas maka hal tsb akan menjadi sebuah realitas. Sejarah telah mengukirkan bagaimana seorang pemimpin ada dan bermula dari impian. Impianlah yang menjadi bahan bakar seorang pemimpin. Tatkala kegagalan demi kegagalan menerjang perjalanan seorang pemimpin dan melemahkan semangat perjuangannya, maka impianlah yang akan menjadi alasan pertama seseorang pemimpin untuk bangkit dan kembali mengepalkan semangat perjuangannya. Impian seorang pemimpin tak pernah dibatasi oleh dimana dan kapan ia menjadi seorang pimpinan. Ia tak pernah berpikir sebatas LPJ sebaik apa yang akan dibuat atau berpikir sebatas prestasi apa yang akan diukirkan pada organisasi yang dia pimpin hari ini. Tapi dia akan berpikir jauh kedepan dan dalam skala transformasi sebuah peradaban.

Cukuplah hari ini bangsa kita mengalami krisis kepemimpinan. Bangsa kita dipaksa memilih pemimpin yang hanya bermodalkan nama dan kharisma, bahkan berdasarkan asal usul keturunannya. Yakinkanlah dalam diri kita, bahwa pemimpin bangsa ini dimasa yang akan datang adalah kita. Saya, anda dan orang-orang yang mencoba untuk mentransformasi kepimimpinan nasional menuju Indonesia yang lebih baik dan bermartabat. Mulaikanlah dengan bertanya apa yang bisa saya berika tuk bangsa ini?, lalu disosiaskanlah impian tersebut. Jadilah seperti sahabat yang memacu kudanya lebih cepat menuju medan pertempuran karena dia telah mencium keharuman syurga. Setelah itu, yang kita perlu hanyalah kaki yang berjalan lebih jauh dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, serta mulut yang akan selalu berdoa.

Demi amanat dan beban rakyat

Kami nyatakan ke seluruh dunia

Telah bangkit di tanah air

Sebuah aksi perlawanan

Terhadap kepalsuan dan kebohongan

Yang bersarang dalam kekuasaan

Orang-orang pemimpin gadungan

( Mansur Sanim)


18 Mei 2008

Positive Thinking terhadap semua hal yang Allah berikan kepada kita

Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu membenci sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (Q.S Al-Baqarah 216)

Ayat inilah yang selalu jadi bahan perenungan seorang eghe disaat keterbatasan itu mulai membatasi cara berpikir. Hingga suatu hari eghe mengambil hikmah dari semua hal yang terjadi. Kenapa kita sulit untuk bersyukur atas apa yang telah Allah berikan kepada kita, padahal yang mengetahui apa yang akan terjadi di masa akan datang kan Allah. Takut Allah menzolimi kit? Dimana ruh kita tatkala setiap saatnya Nama itu kita sebut dengan penuh kesungguhan, bahwa Allahlah yang maha Pengasih lagi maha Penyayang terhadap mahlukNya. Bismillahirrohmannirrohim. Takut Allah tidak adil terhadap kita. Dimana iman kita yang meyakini bahwa Allah yang maha Adil. Telah banyak sejarah mengukirkan orang-orang yang futur akibat dari kelebihannya. Mereka terlena dengan kelebihan yang ada. Berbanggalah bagi orang-orang yang terus bergerak dan bersyukur ditengah keterbatasan. Karena kenaikan tingkat itu telah nyata didepan mata. Sesungguhnya tatakala Allah ingin menguji kadar keimanan kita, Allah memberikan kita berbagai cobaan dan keterbatasan. Jikalau kedewasaan dan keimanan itu ibarat pedang, biarkanlah tempaan masalah dan keterbatasan itu menjadi palu yang akan mempertajamnya.

Kenaikan Harga BBM; Alternatif Terakhirkah????

Gelombang penolakan kenaikan harga BBM semakin merebak. Bukan hanya mahasiswa, kaum ibu pun tak mau kalah menyuarakan aspirasinya melalui parlemen jalanan. Gelombang penolakan ini bukan tanpa alasan atau sekedar “ditunggangi” pihak tertentu. Sejarah telah membuktikan, kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah di tahun 2005 terbilang ngawur. Masih segar kiranya dalam ingatan kita disaat pemerintah mencoba membuat opini untuk mendukung kenaikan harga BBM sebesar 126% pada bulan Oktober 2005. Saat terjadi kenaikan harga minyak dunia, pemerintah dan berbagai lembaga pendukung sibuk memberikan argumentasi bahwa dampat buruk yang terjadi hanya bisa diatasi dengan kenaikan harga BBM. Berbagai proposalpun diajukan untuk memuluskan dan mempercepatan kenaikan harga BBM. Mulai dari alasan untuk menyelamatkan ekonomi, menjawab ketidakpastian pasar, hingga keyakinan bahwa kenaikan harga BBM justru akan menjadi obat untuk mengurangi kemiskinan, dll. Tapi yang terjadi adalah sebaliknya, angka kemiskinan justru meningkat dari 31,1 juta jiwa (2005) menjadi 39,3 juta jiwa (2006). Demikian pula inflasi mengalami kenaikan tajam sebesar 17,75% (2006). Di sisi industri, kenaikan harga BBM untuk kedua kalinya tahun 2005 tersebut telah mendorong percepatan deindustrialisasi. Bila pada tahun 2004 sektor manufaktur masih tumbuh 7,2%, maka pada tahun 2007 hanya tumbuh sebesar 5,1%. Ini terjadi karena industri ditekan dari dua sisi yakni peningkatan biaya produksi dan merosotnya demand akibat menurunnya daya beli masyarakat. Penambahan jumlah penganggur dari 9,9% (2004) menjadi 10,3% (2005) dan 10,4% (2006) pun akhirnya tidak terelakkan.


Alternatif Terakhirkah?

Sebagaimana di tahun 2005, kenaikan harga minyak mentah dunia tidak segera direspon dengan berbagai kebijakan penyelamatan ekonomi tetapi pemerintah justru gencar menciptakan opini pembenaran kenaikan harga BBM. Awalnya pemerintah sibuk menjelaskan bahwa dampak buruk kenaikan harga minyak dunia tidak hanya dirasakan oleh Indonesia tetapi juga negara-negara lain. Kemudian disusul dengan pidato presiden yang meminta rakyat memahami bila pemerintah memutuskan menaikkan. Hingga akhirnya terbentuk opini publik bahwa kenaikan harga BBM adalah harga mati yang harus dilakukan. Hal ini adalah kebohongan publik!!

Jika kita menganalisa lebih dalam, beban APBN karena turunnya tingkat produksi akan lebih besar dibanding karena tingginya harga minyak dunia. Bila tingkat produksi minyak dapat dipertahankan di atas 1 juta barel per hari, maka dampaknya terhadap APBN akan relatif lebih kecil. APBN justru akan diuntungkan dengan tingginya harga minyak. Namun, langkah ini tidak pernah dilakukan karena memang akan memaksa Menteri ESDM untuk merevisi UU Migas yang berarti harus pula merevisi kebijakan liberalisasi sektor energi yang telah dilakukan secara ugal-ugalan.

Dalam sisi tata niaga minyak pun masih tersimpan alternatif lain yang dapat dilirik pemerintah. Adanya KKN dan ketidakefisienan dalam proses pengadaan dan distribusi BBM sudah menjadi rahasia umum. Selama ini, volume pasokan BBM, baik yang diproduksi oleh kilang dalam negeri maupun yang diimpor, jauh lebih tinggi dibanding jumlah BBM yang benar-benar dikonsumsi oleh masyarakat dan industri. Maka Reformasi tata niaga dapat dijadikan solusi alternatif yang selanjutnya.

Beban APBN yang seringkali dijadikan alasan pemerintah untuk menaikan harga BBM, dapat diringankan dengan melakukan burden sharing kepada semua stakeholders baik pemerintah pusat, Pemerintah Daerah, kreditor kalangan bisnis maupun masyarakat luas. Hal ini dapat dilakukan dengan mengoptimalkan sumber dana, antara lain:

· Optimalisasi Penggunaan Dana-dana Pemerintah

· Optimalisasi penerimaan Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas

· Memperbaiki manajemen utang dan restrukturisasi utang dalam negeri

· Dll.

Program diversifikasi energi dengan menggunakan briket baru bara dan biofuel yang dilakukan pemerintahpun masih terbilang setengah hati. Tidak ada arahan yang jelas bagaimana sumber-sumber energi tsb dapat dijadikan alternatif di masa yang akan datang. Begitu juga dengan program konversi energi, masih banyak warga yang belum mendapatkan kompor gas yang dijanjikan.


BLT, Efektifkah?

Salah satu program yang akan dilakukan oleh pemerintah sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kebijakan menaikan harga BBM, sebagaimana tahun 2005, adalah memberikan kompensasi bagi masyarakat miskin. Tahun 2005 pemerintah memberikan BLT sebesar Rp 100.000 per bulan per keluarga bagi keluarga miskin selama satu tahun. Banyak kelemahan dari program kompensasi ini antara lain besaran BLT tidak dapat mengkonversi tambahan beban orang miskin karena jumlah tersebut adalah hasil perhitungan bila harga BBM naik 30-40%, sementara faktanya BBM naik 126%. Selain juga masalah salah sasaran. Meskipun telah dilakukan pendataan oleh BPS, diprediksi ada sekitar 15-20% keluarga miskin yang tidak terjaring karena berbagai alasan.

Tahun 2008, pemerintah tanpa persiapan matang akan mengulang program tersebut. Padahal koreksi terhadap program dan mekanisme belum dilakukan. Demikian juga data yang akan dijadikan data based juga data yang telah out of date karena akan menggunakan data penerima BLT tahun 2005. Dengan gambaran ini dapat dipastikan tingkat efektifitas dari program BLT akan sangat rendah. Sebagaimana diketahui, sejak tahun 2006 muncul keluarga miskin baru yang belum terdata akibat berbagai kebijakan ekonomi pemerintah yang tidak berpihak kepada kelompok masyarakat bawah. Dan akhirnya, rakyatlah yang menjadi korban!!. Andakah korban berikutnya ?!?!

Katakan hitam adalah hitam, katakan putih adalah putih..

Tiada jera dalam berjuang!!!

HIDUP MAHASISWA !!!!

Guratan Hati Seorang SAHABAT...

Sahabat... Roda waktu telah membuktikan bahwa kehidupan bagaikan dua sisi mata uang yang tak akan dapat dipisahkan, setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Tak akan dapat dipungkiri, tidak akan ada yang kekal di dunia ini, begitu juga dengan kebersamaan kita selama ini. Disaat tangis dan tawa tak dapat lagi dibedakan, semua membaur dalam sebuah ramuan pengalaman. Disaat ikatan ini semakin mengerat, dengan suatu keinginan tuk saling memiliki. Disaat itulah masa ini datang. Masa yang menjadi momen yang sering kali diremehkan banyak insan. Tapi masa ini pula yang sering kali mengajarkan insan tentang arti memiliki. Sesuatu itu akan terasa berharga disaat dia telah tiada.

Sahabat, masih ingatkah sahabat dengan kata yang terucap..”Aku tak akan pernah bisa berjanji bahwa komitmen dan semangat ini akan terus ada dan sama di kemudian hari. Tapi aku akan terus mencoba untuk tidak akan terlelap disaat sahabat terjaga, tidak akan barjalan disaat sahabat berlari, tidak akan menjadi pengecut dengan lari dari kepanitiaan ini”. Terhitung sejak saat itulah sang memori mulai merekam semuanya. Disaat hujan, sang pembawa berkah itu pun datang di H-1 Open House USMI, masih terekam kiranya disaat Super Team ini di uji eksistensinya, hujan tak meluruhkan semangat sahabat tuk sekedar memasang tirai dan memberikan pelayanan terbaik ke para peserta. Walaupun saya yakini ada diantara sahabat yang harus mengalahkan pobia dan ketakutannya, menahan dinginnya hembusan angin sore hari, tuk sekedar mengungkapkan,“Mungkin tubuh ini sudah mulai bergetar karena takut dan dinginnya sang udara, tapi kuyakini sahabat ku yang lain lebih berat merasakan hal itu dari pada aku,haruskah aku harus mengeluh”.

Entah, dengan apa saya harus membayar uraian air mata sahabat. Dian met ultah ya...Afroh saya mohon maaf, jika saya terihat kurang bijaksana... Sahabat cukuplah Allah yang kan membalas air mata itu dengan mata air disyurganya kelak.

Hari itu sang mentari terasa ingin mengungkapkan kegagahannya. Sinarnya bukan hanya menyilaukan tapi juga telah memaksa keringat dan peluh ini menetes dengan derasnya. Tapi senyum dan canda sahabat terasa bagaikan angin segar yang senantiasa mnghembuskan semangat baru tuk terus bergerak. Masih ingatkah sahabat, disaat semua orang menyalahkan kita, pengguna jalan, orang tua mahasiswa, peserta stand, semua seakan tak mau mengerti keterbatasan kita sebagai manusia biasa. Tapi dibalik itu semua banyak pelajaran yang dapat kita ambil hikmahnya. Disaat wajah yang telah mengerut itu menghampiri kita dan menanyakan keberadaan anaknya. Dengan seketika itu juga kita teringat orang tua kita. Tak terbayang peluh yang sama, menetes di wajah yang mulai mengerut di orang tua kita dan menantikan saat-saat bertemu dengan kita. Ku rindu ibu, ku rindu ayah... ku ingin bertemu mereka, ku ingin mereka ada di sisi ku disaat air mata ini sudah mulai mengering dan tak mampu menetes lagi. Ku rindu mereka...Lamunan ku mulai memudar disaat sahabat menghampiri ku dan mengingatkan, ”Perjuangan kita masih belum usai sahabat, teruslah bersemangat, mereka kan selalu menantikan semangatmu”.

”Ya Rab, di tengah kesibukan ku, jagalah orang tua ku, rahmatilah kehidupan mereka dengan berkah mu, dan yakinkan mereka bahwa jalan yang ku pilih ini adalah jalan terbaik yang akan mempertemukan kami di syurga mu kelak. Aku, orang tua ku, dan sahabat-sahabat perjuanganku ini.”

Tak terasa hari-hari itu kita lalui dengan hati, biarlah semua orang terasa menyalahkan kita, satu yang pasti, ku tak ingin ada orangtua mahasiswa yang harus meneteskan air matanya, karena kehilangan sang buah hati.

14 Agustus 2007, ada yang berbeda dengan hari itu. Perbedaan telah terhitung sejak saat satu hari sebelumnya. Senyum itu, senyum sahabat ku bagaikan bunga musim semi yang dapat kurasakan kesegarannya. Semua telah banyak terevaluasi dan perubahan itu pun telah tampak. Tak ada lagi keributan orang tua yang menyalahkan kita, menanyakan dimana mereka harus berkumpul, pengguna jalan pun berlalu tanpa kata-kata yang menyelip di hati. Peserta stand pun tidak banyak melontarkan poin-poin evaluasinya yang seringkali menyesakan dada. Ya.. Inilah Open House SPMB. Walau tak dapat dipungkiri, hati ini terasa merindukan kelengkapan personil super team waktu itu. Banyak sahabat-sahabat ku, yang harus menghentikan langkahnya dengan berbagai alasan. Tapi ku masih akan tetap meyakini, merekapun masih tetap merindukan disaat kami bersama-sama mengukir persabahatan seindah pelangi.

”Ya Rab maafkanlah kami, jikalau selama perjalanan waktu perjuangan kami, kami tak banyak menyadari, begitu banyak beban yang harus ditanggung mereka. Ada diantara mereka yang sakit dan menanggung beban keluarga. Sampai suatu hari mereka harus memutuskan tuk mengundurkan diri dari perjuangan ini. Tapi ya Rab tetapkanlah ikatan persahabatan diantara kami, birakanlah kami akan terus saling mencintai karena mu.

01 Maret 2008

Gerak Kami;Dari Jalan Rusak Hingga Kasus Korupsi Kelas Kakap

Selasa, 26 Februari 2008 yang lalu, BEM se-IPB yang terdiri dari BEM Fakultas, TPB dan Diploma melakukan aksi menuntut perbaikan Jalan Sholeh Iskandar. Aksi berjalan tertib. Walaupun kondisi hujan tapi tidak menyurutkan semangat mahasiswa untuk tetap menyuarakan hak-hak warga Bogor. Aksi diisi dengan orasi-orasi dari ketua-ketua kelembagaan dan happening art. Dalam happening art, diceritakan adanya peluncuran padi dan lele unggul dari IPB di sawah baru (baca: jalan baru). Happening art berjalan seru karena banyak warga yang berpartisipasi menangkap kembali lele-lele yang telah ditebar. Walaupun Aksi ini bukan kali pertama-sebelumnya BEM Universitas Ibnu Kholdun, masyarakat umum dan siswa Sekolah Dasar telah melakukan aksi dengan tuntutan yang sama-tapi inilah sebuah bukti bahwa masalah ini adalah masalah kita bersama bukan sekedar masalah warga Bogor tapi juga kita mahasiswa.

Jalan Sholeh Iskandar yang lebih dikenal dengan sebutan jalan baru memang sudah tidak laik lagi disebut sebagai jalan. Kondisi jalan yang licin dan dipenuhi dengan lubang-lubang besar yang menganga, membuat jalan ini rawan kecelakaan, khususnya bagi pengguna kendaraan roda dua. Jika hujan tiba, genangan air menutupi dasar jalan, sehingga pemakai jalan tidak mengetahui adanya lubang-lubang besar yang bisa mencelakai mereka. Tahu saja bisa celaka, apalagi tidak?. Melihat kondisi yang ada, warga Bogor mengaku sudah sangat kesal dan mengeluhkan kondisi ini ke Pemkot Bogor. Tapi yang terjadi adalah rasa saling mengandalkan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Kota. Pemerintah Kota mengaku telah mengirimkan surat ke Pemerintah Pusat untuk segera memparbaiki jalan ini, kerena memang Jalan Sholeh Iskandar adalah jalan nasional yang pembuatan dan perbaikannya dikordinasikan oleh pemerintah pusat melalui departemen pekerjaan umum, tapi pemerintah pusat baru akan menganggarkan dana untuk perbaikan jalan ini pada tahun 2009. Haruskah kita menunggu sampai tahun 2009 untuk menikmati jalan yang laik pakai? Berapa banyak lagi kecelakaan yang harus terjadi? Lalu dimana tanggungjawab Pemkot Bogor kepada warga Bogor yang telah dirugikan akibat kerusakan jalan tsb? Sebatas mengirim suratkah? Walaupun Langkah-langkah perbaikan telah dilakukan oleh Pemkot tapi perbaikan tsb laiknya kegiatan formalitas yang sekedar memberikan harapan, tak bertahan lama jalanpun sudah rusak seperti awal, bahkan lebih parah lagi. Jalan ini bukan satu-satunya jalan yang rusak di Kota Bogor, dibeberapa ruas jalan lain juga terjadi hal yang sama. Belum lagi permasalahan lain yang terjadi, kemacetan yang kunjung usai, penggusuran PKL, dll. Masalah Kota ini tanpaknya tidak berkurang, justru bertambah setiap hari.

Sebelumnya juga BEM IPB dan rekan-rekan BEM se-Indonesia melakukan aksi menuntut penyelesaiaan kasus hukum Pak Harto dan kroni-kroninya sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku. Kasus korupsi bukan kasus yang dapat dianggap sepele. Korupsi seperti virus yang apabila terjadi akan terus menyebar ke yang lain. Satu orang korupsi, maka dia akan mengajak orang lain agar tidak terbongkar. Begitu juga kalau kita membongkar kasus satu orang, bisa jadi lebih banyak lagi para koruptor yang terjaring. Para koruptor yang telah menyengsarakan dan mencetak kemiskinan bangsa ini. HIDUP MAHASISWA !!