27 Oktober 2008

Guratan Hati Seorang SAHABAT...

Sahabat... Roda waktu telah membuktikan bahwa kehidupan bagaikan dua sisi mata uang yang tak akan dapat dipisahkan, setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Tak akan dapat dipungkiri, tidak akan ada yang kekal di dunia ini, begitu juga dengan kebersamaan kita selama ini. Disaat tangis dan tawa tak dapat lagi dibedakan, semua membaur dalam sebuah ramuan pengalaman. Disaat ikatan ini semakin mengerat, dengan suatu keinginan tuk saling memiliki. Disaat itulah masa ini datang. Masa yang menjadi momen yang sering kali diremehkan banyak insan. Tapi masa ini pula yang sering kali mengajarkan insan tentang arti memiliki. Sesuatu itu akan terasa berharga disaat dia telah tiada.

Sahabat, masih ingatkah sahabat dengan kata yang terucap..”Aku tak akan pernah bisa berjanji bahwa komitmen dan semangat ini akan terus ada dan sama di kemudian hari. Tapi aku akan terus mencoba untuk tidak akan terlelap disaat sahabat terjaga, tidak akan barjalan disaat sahabat berlari, tidak akan menjadi pengecut dengan lari dari kepanitiaan ini”. Terhitung sejak saat itulah sang memori mulai merekam semuanya. Disaat hujan, sang pembawa berkah itu pun datang di H-1 Open House USMI, masih terekam kiranya disaat Super Team ini di uji eksistensinya, hujan tak meluruhkan semangat sahabat tuk sekedar memasang tirai dan memberikan pelayanan terbaik ke para peserta. Walaupun saya yakini ada diantara sahabat yang harus mengalahkan pobia dan ketakutannya, menahan dinginnya hembusan angin sore hari, tuk sekedar mengungkapkan,“Mungkin tubuh ini sudah mulai bergetar karena takut dan dinginnya sang udara, tapi kuyakini sahabat ku yang lain lebih berat merasakan hal itu dari pada aku,haruskah aku harus mengeluh”.

Entah, dengan apa saya harus membayar uraian air mata sahabat. Dian met ultah ya...Afroh saya mohon maaf, jika saya terihat kurang bijaksana... Sahabat cukuplah Allah yang kan membalas air mata itu dengan mata air disyurganya kelak.

Hari itu sang mentari terasa ingin mengungkapkan kegagahannya. Sinarnya bukan hanya menyilaukan tapi juga telah memaksa keringat dan peluh ini menetes dengan derasnya. Tapi senyum dan canda sahabat terasa bagaikan angin segar yang senantiasa mnghembuskan semangat baru tuk terus bergerak. Masih ingatkah sahabat, disaat semua orang menyalahkan kita, pengguna jalan, orang tua mahasiswa, peserta stand, semua seakan tak mau mengerti keterbatasan kita sebagai manusia biasa. Tapi dibalik itu semua banyak pelajaran yang dapat kita ambil hikmahnya. Disaat wajah yang telah mengerut itu menghampiri kita dan menanyakan keberadaan anaknya. Dengan seketika itu juga kita teringat orang tua kita. Tak terbayang peluh yang sama, menetes di wajah yang mulai mengerut di orang tua kita dan menantikan saat-saat bertemu dengan kita. Ku rindu ibu, ku rindu ayah... ku ingin bertemu mereka, ku ingin mereka ada di sisi ku disaat air mata ini sudah mulai mengering dan tak mampu menetes lagi. Ku rindu mereka...Lamunan ku mulai memudar disaat sahabat menghampiri ku dan mengingatkan, ”Perjuangan kita masih belum usai sahabat, teruslah bersemangat, mereka kan selalu menantikan semangatmu”.

”Ya Rab, di tengah kesibukan ku, jagalah orang tua ku, rahmatilah kehidupan mereka dengan berkah mu, dan yakinkan mereka bahwa jalan yang ku pilih ini adalah jalan terbaik yang akan mempertemukan kami di syurga mu kelak. Aku, orang tua ku, dan sahabat-sahabat perjuanganku ini.”

Tak terasa hari-hari itu kita lalui dengan hati, biarlah semua orang terasa menyalahkan kita, satu yang pasti, ku tak ingin ada orangtua mahasiswa yang harus meneteskan air matanya, karena kehilangan sang buah hati.

14 Agustus 2007, ada yang berbeda dengan hari itu. Perbedaan telah terhitung sejak saat satu hari sebelumnya. Senyum itu, senyum sahabat ku bagaikan bunga musim semi yang dapat kurasakan kesegarannya. Semua telah banyak terevaluasi dan perubahan itu pun telah tampak. Tak ada lagi keributan orang tua yang menyalahkan kita, menanyakan dimana mereka harus berkumpul, pengguna jalan pun berlalu tanpa kata-kata yang menyelip di hati. Peserta stand pun tidak banyak melontarkan poin-poin evaluasinya yang seringkali menyesakan dada. Ya.. Inilah Open House SPMB. Walau tak dapat dipungkiri, hati ini terasa merindukan kelengkapan personil super team waktu itu. Banyak sahabat-sahabat ku, yang harus menghentikan langkahnya dengan berbagai alasan. Tapi ku masih akan tetap meyakini, merekapun masih tetap merindukan disaat kami bersama-sama mengukir persabahatan seindah pelangi.

”Ya Rab maafkanlah kami, jikalau selama perjalanan waktu perjuangan kami, kami tak banyak menyadari, begitu banyak beban yang harus ditanggung mereka. Ada diantara mereka yang sakit dan menanggung beban keluarga. Sampai suatu hari mereka harus memutuskan tuk mengundurkan diri dari perjuangan ini. Tapi ya Rab tetapkanlah ikatan persahabatan diantara kami, birakanlah kami akan terus saling mencintai karena mu".